Sakit Hati Itu Kita Sendiri yang Cipta

Dalam hidupnya, manusia tidak hanya merasakan kebahagiaan, ada perasaan sakit hati seperti kecewa, marah, ataupun sedih. Ketika hati sudah terlampau sakit, fisik pun ikut merasakan sakit. Tubuh yang seharusnya digunakan untuk melakukan aktivitas yang maksimal, berubah menjadi lemas dan tidak berdaya. 

Lalu, apa penyebab sakit hati itu? Apakah disebabkan oleh orang lain, atau makhluk hidup lainnya? Perasaan sakit dan merasa sangat tersakiti ini yang sering kali membuat kita menyimpan marah dan dendam. Perasaan tidak terima, yang akhirnya malah membuat kita menyalahkan orang lain tanpa melihat diri. Sederhananya, kita lupa bahwa mengatur perasaan adalah tanggung jawab diri sendiri. 

Misalnya saja, kita terus mengingat peristiwa di masa lalu yang berhasil membuat hati kita porak poranda. Lantas, kita memilih untuk sibuk memikirkannya, menyimpan dendam terhadap orang lain dengan alasan untuk menyembuhkan luka. Padahal, dengan hal itu kita tidak sedang menyembuhkan luka, melainkan sekadar sedang memuaskan ego dan menyakiti diri sendiri. Entah sampai kapan kita akan terus bertahan dengan perasaan sombong dan tidak jujur bahwa terdapat turut andil kita dalam menciptakan rasa sakit tersebut. 

Bagaimanapun juga, hal paling mendasar yang perlu kita ingat bahwa kebahagiaan adalah milik kita, bukan milik orang lain. Kita berhak menyeleksi perasaan-perasaan yang masuk ke dalam hati dan pikiran kita. Jika terpaksa bertemu dengan perasaan yang menyakitkan hati, kita juga berhak untuk keluar dari rasa sakit tersebut dan mendapatkan kebahagiaan baru. Meski proses ini sulit, tidak ada alasan kita untuk menyerah dalam memaafkan peristiwa yang terjadi dan termasuk memaafkan diri kita sendiri. 

Memaafkan diri adalah hal pertama yang bisa dilakukan dengan cara mengenali perasaan kita. Menyadari dengan sepenuhnya bahwa kesalahan yang terjadi di masa lalu adalah pengalaman belajar untuk menjadi kuat di kemudian hari. Bukannya larut dalam perasaan sakit, kita patut bangga dapat melewati peristiwa buruk yang pernah terjadi sebelumnya.

“Itu adalah hal lalu, hari ini aku ingin dan bisa terus berjalan lagi ke depan. Karena hidupku bukan yang kemarin, melainkan hari ini,” 

Selanjutnya, kita bisa ungkapkan hal itu, berbicara dan menguatkan diri kita. Biarkan otak hanya mencerna hal-hal positif dan melupakan peristiwa menyakitkan lampau yang hanya mengganggu jalan hidup kita. Lalu, kita belajar untuk kembali tegak dan penuh percaya diri dengan hal positif yang kita pegang. Mulailah beraktivitas untuk mengembangkan potensi yang kita punya. Kita bisa meniru cara para penyair yang sakit hati kemudian menuangkan perasaan marah dan sedihnya dalam syair yang kemudian menjadi sebuah karya hebat. Mereka tidak larut dalam ‘racun’ sakit hari, mereka menumpahkan ‘racun-racun’ tersebut dengan cara yang positif.

Maka dari itu, sekarang sudah saatnya bagi kita untuk berhenti memikirkan perasaan sakit hati yang berkepanjangan. Tidak selayaknya kita terus menerus terjebak dalam sakit hati dan alibi peyembuhan luka yang salah. Selama kita melakukan hal baik menurut akidah, maka hiraukan saja segala ucapan buruk dari orang lain. Tidak perlu dicerna oleh otak, dan dimasukkan ke dalam hati. Biarkan itu menjadi urusan telinga kanan dan telinga kiri.

 

Ditulis oleh: Ahmad Wasil Mustofa

Rekomendasi Artikel Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan Update Terbaru dari Kami!

Berlangganan newsletter kami sekarang untuk menerima artikel inspiratif, berita terkini, dan informasi penting lainnya, Gratis!