Setiap manusia pasti pernah berbuat dosa. Bahkan, tidak jarang kita membuat kesalahan yang sama berulang kali, baik karena disengaja atau tidak. Kita bisa saja melakukan dosa dari perkataan, pandangan, sikap hati, hingga pikiran yang bahkan terjadi secara berulang. Kemudian, ketika hendak meminta ampun kepada Allah terbesit rasa malu dan mempertanyakan apakah masih pantaskah diri ini mendapat ampunan-Nya? Apakah Allah masih mau memaafkan meski telah melakukan dosa berulang kali?
Keraguan yang kerap muncul itu membuat diri kita merasa tidak layak. Padahal, terdapat salah satu sifat Allah yaitu Al-Ghaffar atau Yang Maha Pengampun. Adanya sifat tersebut bisa dipastikan bahwa Allah SWT sangatlah pemaaf, sehingga pintu maaf dari-Nya tidak terbatas. Selama nafas kita masih ada, pintu taubat akan selalu terbuka lebar. Maka, jangan pernah berhenti untuk meminta ampun.
Mengapa Kita Harus Terus Meminta Ampun Kepada Allah?
Manusia adalah makhluk istimewa yang diciptakan oleh Allah. Kita dibekali dengan akal pikiran dan hawa nafsu yang terkadang kita lalai dalam menggunakannya. Coba ingat kembali, berapa kali mata kita melihat hal yang seharusnya tidak dilihat? berapa kali mulut mengucapkan sesuatu yang menyakiti orang lain? atau berapa kali hati merasa iri, dengki, atau riya? Semua itu bisa jadi dosa, walaupun kecil.
Kemudian apabila seseorang berhenti meminta ampun kepada Allah, ada dua hal yang bisa menjadi alasan. Pertama, ia merasa dirinya sudah bersih dari dosa. Kedua, ia merasa tidak layak untuk diampuni lagi. Keduanya itu adalah bentuk kesombongan dan keputusasaan yang tidak disukai oleh Allah, seperti yang tertulis dalam surah Yusuf (12):87, Allah berfirman “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.”
Perlu diingat kembali bahwa Allah membuka pintu ampunan selebar-lebarnya, bahkan bagi mereka yang terjatuh ke dalam dosa berulang kali. Dan, apabila kita merasa melakukan perbuatan dosa, Allah justru menyuruh kita untuk segera meminta ampunan-Nya. Rasulullah pernah bersabda bahwa, “Seorang hamba melakukan dosa, lalu ia berkata: ‘Ya Rabb, aku telah berdosa, maka ampunilah aku.’ Maka Allah berfirman: ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumnya, maka Aku ampuni dosanya.’ Lalu dia kembali berbuat dosa, dan kembali berkata: ‘Ya Rabb, aku telah berdosa, maka ampunilah aku.’ Allah kembali berfirman: ‘Aku ampuni dosanya.’ Dan begitu terus berulang-ulang (HR. Bukhari 6953).
Tidak Seperti Manusia, Sifat Pemaaf Allah Tak Terbatas
“Sabar itu ada batasnya.” Perkataan itu mungkin sering kita dengar, karena bagi manusia apabila terus merasa disakiti bisa jadi hati kita menyerah untuk memaafkan. Namun, Allah tidak demikian. Allah tidak pernah bosan untuk memaafkan dan memberi ampunan, karena sifat yang dimiliki Allah yaitu Al-Ghaffar (Yang Maha Pengampun), Al-Halim (Yang Maha Penyantun), dan Al-Afuww (Yang Maha Pemaaf).
Apabila kita berkali-kali mengulang dosa, selama kita kembali dengan penyesalan dan mengingat Allah, maka Allah akan selalu menyambut. Rasulullah pernah bersabda, “Wahai anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi 3540).
Taubat Bukan Alasan untuk Sembarangan Berbuat Dosa
Allah memang memiliki sifat pemaaf yang tidak terbatas, tapi bukan berarti kita juga melakukan dosa yang tidak terbatas pula. Mungkin ada sebagian orang setelah membaca penjelasan sebelumnya berpikir “Ya sudahlah jika berdosa, nanti tinggal bertaubat dan memohon ampun saja.” Pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang keliru dan seakan menjadikan rahmat Allah sebagai tameng untuk menuruti hawa nafsu sehingga beranggapan apabila nantinya berdosa dan meminta ampun kita tidak menerima konsekuensi apa-apa. Konsep inilah yang menjadikan seseorang salah memahami mengenai konsep bertaubat.
Dalam ajaran Islam, taubat diartikan sebagai proses kembali dari kesalahan kepada kebenaran, kelalaian menuju kesadaran, dan dosa menuju ampunan. Akan tetapi taubat tidak hanya mengucap “astaghfirullah” kemudian melakukan dosa kembali. Dikatakan bertaubat apabila kita menyesali perbuatan dosa dengan tulus karena merasa melakukan kesalahan, kemudian berhenti melakukan dosa itu, dan segera meminta ampunan kepada-Nya dengan bertekad untuk tidak mengulangi kembali. Selain itu, perlu diingat jika Allah memiliki sifat Al-’Adl (Maha Adil) sehingga Allah mengetahui siapa yang tulus bertaubat dan siapa yang tidak. Seperti halnya pada surah An-Nisa (4):18, Allah berfirman “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang melakukan kejahatan (terus menerus), hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’Dan tidak (pula diterima tobat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran.
Jangan Merasa Malu untuk Meminta Ampunan
Bagi seseorang yang merasa sudah terlalu banyak atau terlalu sering melakukan dosa, pasti pernah merasa malu untuk meminta ampun kepada Allah karena merasa dirinya tidak pantas untuk dimaafkan. Perasaan itu tidak salah, karena sesungguhnya itu adalah langkah awal dalam bertaubat. Rasa malu yang dimiliki menandakan bahwa dirinya mengakui atas kesalahan yang sudah diperbuat. Akan tetapi, jangan biarkan rasa malu menjadi penghalang dirimu untuk bertaubat. Karena sebanyak apapun dosa yang dimiliki dan memiliki niat untuk bertaubat, pasti Allah akan mengampuni.
Maka, jangan pernah malu untuk kembali, sebab Allah tak pernah lelah menanti. Hanya Allah yang menerima kita apa adanya, walaupun dosa yang kita perbuat tidak bisa dimaafkan oleh manusia tetapi Allah akan selalu menyambutmu dengan sifat-Nya yang Maha Pengampun dan Maha Pemaaf. Apabila hari ini kamu masih merasa terlalu kotor untuk menghadap Allah, ingatlah bahwa Iblis dikutuk bukan karena dosa, tapi karena ia tak mau bertaubat. Sementara Adam, meski berdosa, ia diangkat derajatnya karena mengakui kesalahannya dan memilih kembali kepada Allah.
“Kita tidak diminta untuk menjadi sempurna. Kita hanya diminta untuk tidak menyerah”
Referensi:
(HR. Bukhari 6953) https://hadits.in/bukhari/6953
(HR. Tirmidzi-Sunan Tirmidzi 3540) https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/5456
Penulis: Annisa Fadhilah



