Yayasan Rumpun Nurani melalui program Nurani Menyapa berkesempatan berkunjung ke Pondok Pesantren Ainul Yakin pada 27 Februari 2022 lalu. Pada kunjungan tersebut, Fatma, kepala kurikulum dan kepengajaran, menceritakan sejarah dibangunnya Pondok Pesantren Ainul Yakin.
Pondok Pesantren Ainul Yakin didirikan oleh Kyai Muhidin Isma Almahtin pada tahun 2005 dan bermula dari sebuah tempat bimbingan belajar bagi siswa yang mengalami kesuitan belajar. Selama melakukan kegiatan bimbingan belajar, terdapat satu siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus dan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum umum. “Dari anak tersebutlah muncul ketertarikan pendiri ponpes untuk mendalami fenomena yang terjadi,” jelas Fatma yang merupakan adik dari pendiri Pondok Pesantren Ainul Yakin.
Pada tahun 2007 ketertarikan dari Abi Guru Isma tersebut mengantarkan pada perubahan tempat bimbingan belajar menjadi rumah terapis bagi anak difabel. Perubahan tersebut terus mendapatkan dukungan dari wali siswa, hingga pada tahun 2008 terbentuk menjadi sekolah terapis. Tidak berhenti sampai disitu, sekolah terapis terus berkembang hingga menjadi pondok pesantren pada tahun 2012.
“Perjalanan tidak semulus yang dibayangkan karena santri yang diasuh adalah anak-anak special,” kata Fatma. Pondok pesantren yang awalnya bertempat rumah mertua Abi Guru Isma di daerah Nitikan, terpaksa pindah ke daerah Tanaman pada tahun 2014. Selanjutnya ponpes tetap harus berpindah dan merintis pembangunan di daerah Gunung Kidul, dan secara resmi ditempati pada tahun 2017.
Meskipun mengalami perjalanan sulit, hingga kini pondok pesantren yang didirikan oleh Abi Guru Isma telah memiliki tujuh unit. Yaitu Ainul Yakin Terpadu Tepus Gunung Kidul, Ainul Yakin City Serba Bantu Karangtengah Gunung Kidul, Ainul Yakin Arahan Bantu Putra Wonosari Gunung Kidul, Ainul Yakin Arahan Bantu Putri Bantul, SMP Perintis Yogyakarta, Griya Fasihul Qur’an (GFQ), dan Pondok Pesantren Bangkit Sri Asih Ngawen. Santri yang belajar di unit-unit tersebut beragam dan datang dari seluruh penjuru Indonesia.
Sebagai pondok pesantren inklusif, kurikulum pembelajaran yang dipakai berbeda dengan kurikulum umum. Kurikulum yang dipakai adalah enam terpadu, terdiri dari belajar, terapi, beribadah, bekerja, berkeluarga, dan bermasyarakat. “Pondok pesantren ini memang tidak sama dengan kebanyakan ponpes umumnya, karena fokus pada anak yang memiliki keistimewaan,” imbuh Fatma.
Ditulis oleh: Ahmad Wasil Mustofa