Potret Perjuangan Warga Mamuju Untuk Bertahan Hidup

“Tak ada yang aneh dengan situasi Kabupaten Mamuju di pagi hari itu. Orang-orang menjalankan aktivitas seperti biasanya dengan tenang dan cuaca terlihat normal seperti hari-hari biasanya. Tak terlintas sedikitpun di bayangan  Faisal Akib bahwa lingkungannya akan berubah dalam sekejap menjadi begitu menyeramkan.”

Foto putri Faisal Akib saat berada di tempat pengungsian. Sumber: dokumen pribadi

 

Tepat pada Kamis (14/1/2021) ,  pukul 15.20 WITA lalu, gempa dengan magnitudo 5,9 menimpa wilayah Mamuju, Sulawesi Barat. Kondisi pun semakin buruk ketika gempa dengan kekuatan lebih besar kembali terjadi keesokan harinya pada Jumat (15/1/2021) dini hari dengan kekuatan magnitudo 6.2. Dua gempa berkekuatan besar ini mengakibatkan runtuhnya puluhan gedung dan rusaknya ratusan rumah. Tercatat lebih dari tiga ratus rumah warga mengalami kerusakan, baik kerusakan ringan maupun kerusakan berat.

Faisal Akib, salah satu warga Mamuju yang juga bergerak menjadi relawan Yayasan Rumpun Nurani di sana, membagikan kisahnya saat merasakan gempa selama dua hari berturut-turut. Ia menceritakan bahwa pasca gempa pertama, kebanyakan warga masih memilih untuk tetap tinggal di rumah dengan harapan tidak adanya gempa susulan. Namun, ternyata saat dini hari terjadi gempa susulan yang lebih kuat dan berdampak merusak. “Gempa hari Jum’at memang sangat menakutkan, karena disertai dengan lampu padam dan putusnya aliran air PDAM,” terang Faisal saat dimintai keterangannya pada Kamis, (17/2/2021).

Pada saat gempa kedua terjadi, banyak masyarakat yang langsung mengunsi ke tempat yang lebih tinggi karena khawatir akan tsunami. Namun meskipun gempa susulan yang terjadi pada dini hari tersebut terasa sangat kencang, Faisal mengaku enggan untuk segera mengungsi. Ia dan keluarganya memilih menunggu hingga matahari terbit untuk bergerak. “Kami mengungsi setelah sore hari dan menginap di tenda selama 3 malam,” cerita Faisal.  

Musibah yang menimpa Mamuju ini meninggalkan luka trauma yang mendalam bagi masyarakat lokal, tak terkecuali Faisal dan keluarganya. Meskipun rumah Faisal masih bisa ditempati dan hanya mengalami kerusakan ringan, tragedi ini menyebabkan beberapa rumah tetangga mereka roboh hingga memakan korban jiwa bagi sang pemilik rumah. “Kami harus kehilangan orang-orang yang kami kenal,” kata Faisal. Saat ini sudah tercatat sebanyak 105 korban tewas yang merupakan warga Mamuju dan Majene. 

Lebih lanjut, Faisal menceritakan kondisi terkini para korban gempa Mamuju. Menurutnya, kondisi masyarakat di pusat gempa sangat memprihatinkan. Penduduk dari berbagai kecamatan di Mamuju berbondong-bondong untuk mengungsi di tempat tinggi. Sedangkan masih banyak titik pengungsi yang sukar dijangkau karena jauh dari jalan poros dan dengan medan yang sulit. Tempat pengungsian pun kini mulai penuh, dengan situasi paling padat di stadion Manakarra Mamuju, dan utara Majene di daerah SMK Kota Tinggi. Dengan padatnya tempat pengungsian yang ada, sebagian besar warga saat ini mulai mendekati rumah masing-masing dengan membuat tenda darurat sendiri. 

Menurut Faisal, berada di tempat pengungsian selama berhari-hari bukanlah hal yang mudah. Pengungsi mengalami kekurangan air besih dan obat-obatan selama tinggal di tempat pengungsian. Hal ini yang kemudian menjadikan Faisal dan keluarganya memilih pergi ke Makassar pada Senin (18/1/2021) untuk mengungsi ke rumah orang tuanya. “Saya melihat sendiri bagaimana masyarakat berjuang untuk bertahan hidup di pengungsian selama berhari-hari,” kata Faisal. 

Yayasan Rumpun Nurani turut memberikan bantuan kepada korban gempa Mamuju. Salah satu korban yang terpaksa harus kehilangan rumahnya yang runtuh karena tertimpa gedung adalah Karmila. Melalui Faisal, Yayasan Rumpun Nurani menyalurkan bantuan kepada Karmila untuk membantunya bertahan. Berikut di bawah ini potret Faisal saat sedang menyalurkan bantuan kepada Karmila di kediamannya. 

Sumber: dokumen pribadi

Gempa bumi dan bencana alam lainnya memang tidak dapat dihindari oleh manusia. Oleh karena itu, dibandingkan mengungsi dan mengulang kembali perjuangan yang sama, warga Mamuju kini berharap untuk dapat membangun rumah yang lebih kokoh untuk ditempati di kemudian hari. Masyarakat menginginkan memiliki kemampuan resiliensi yang lebih baik kedepannya. Salah satunya adalah merancang rumah kayu yang lebih aman apabila gempa terjadi lagi. “Setelah terjadinya gempa ini, kami jadi banyak belajar dan mengambil hikmah yang ada,” jelas Faisal menutup pembicaraan sore hari itu. 

 

Ditulis oleh: Yunisa Anindita

Rekomendasi Artikel Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan Update Terbaru dari Kami!

Berlangganan newsletter kami sekarang untuk menerima artikel inspiratif, berita terkini, dan informasi penting lainnya, Gratis!