Keluarga dan Hal-Hal yang Tidak Pernah Kita Sangka

Foto Berlayar #2 Keluarga dan Hal-Hal yang Tidak Pernah Kita Sangka

Kegiatan Berlayar#2 : Screening Film dan Dialog Bermakna telah dilaksanakan pada hari Sabtu, 31 Agustus 2024 yang bertempat di Grhatama Pustaka DIY. Kegiatan ini difasilitatori oleh Ibu Sakti Mutiara E, S.Psi. dengan tema diskusi mengenai “Keluarga dan Hal-Hal yang Tidak Pernah Kita Sangka”. Dialog bermakna ini dalam rangka merefleksikan perasaan para penonton setelah penayangan Film Memoar. Kegiatan ini ditujukan untuk teman-teman yang sedang ingin mempersiapkan sebuah keluarga atau pun yang sudah memiliki keluarga. Tema diskusi ini akan menjadi sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin belum bisa tersampaikan selama ini, namun para peserta berusaha untuk merefleksikan apa yang mereka rasakan setelah menonton Film Memoar.

Menurut beberapa penonton yang memberikan tanggapan mengenai apa yang didapat dari Film Memoar ini, mereka berpendapat bahwa film ini sangat dekat dengan masyarakat apalagi dalam sisi berkeluarga dan memiliki anak. Peran semua anggota keluarga benar-benar harus saling melengkapi satu sama lain. Tidak bisa hanya anak yang berusaha, tapi orang tuanya tak acuh, atau sebaliknya. Hal ini bisa menyebabkan pertengkaran dalam keluarga karena anak merasa diabaikan, namun orang tua juga tidak saling paham apa yang harus mereka lakukan. 

Dalam film ini, sosok Pak Edo mencoba menenangkan istrinya yang sedang merasa khawatir, tapi rasa takut yang dimiliki istrinya itu jauh lebih besar sehingga perasaan takut itu lebih mendominasi dari pada dukungan dari Pak Edo sebagai suaminya. Meskipun Pak Edo sudah berusaha mengomunikasikan permasalahan ini, tetapi ujung-ujungnya justru malah saling menyalahkan satu sama lain. Dari situlah, Rere sebagai anak, merasa tidak diterima; tidak dihargai; dan tidak dilihat keberadaannya. Rere membutuhkan semangat dari orang tuanya, namun orang tuanya malah fokus dengan konflik mereka sendiri. Alangkah baiknya kalau orang tua itu mencari pertolongan dari psikolog atau psikiater terlebih dulu agar bisa menyelesaikan masalahnya sendiri sebelum memutuskan untuk memiliki anak. 

Dari perspektif seorang anak, anak perlu diajarkan juga bagaimana caranya berempati dengan permasalahan orang tuanya. Anak perlu tau terlebih dahulu permasalahan seperti apa yang terjadi dengan diberikan penjelasan dari orang tuanya yang disesuaikan dengan usia anak. Anak itu sedang dalam proses untuk memahami orang tuanya juga. Bagaimana seorang anak bisa ‘memahami’ orang tuanya kalau orang tuanya saja tidak berusaha untuk ‘memberikan pemahaman’ kepada anaknya? 

Pada pertengahan diskusi, Ibu Sakti memberikan pertanyaan kepada para peserta mengenai, “Bagaimana jika kita dihadapkan pada sebuah kondisi dimana kita sama sekali tidak bisa menggantungkan diri kita ke orang lain dan tidak bisa pergi ke profesional? Apa yang bisa kita lakukan untuk bisa tetap sehat secara mental?” 

Merefleksikan dan memvalidasi perasaan menjadi salah dua pilihan yang dilakukan beberapa peserta. “Selalu ingat bahwa saya itu kuat, saya pernah mengalami permasalahan di masa lalu yang mungkin lebih berat dari permasalahan yang sekarang, tapi saya berhasil melaluinya. Jadi, saya yakin bisa melewati permasalahan yang sekarang.” Semacam belajar dari ‘pola diri kita sebelumnya’ yang menghasilkan pemikiran optimisme untuk menghadapi permasalahan yang sedang atau akan terjadi. Journaling juga bisa menjadi cara kita untuk memahami apa yang sedang kita rasakan. Curahkan apapun yang sedang dirasakan, jangan sampai ada perasaan yang didiamkan hingga terpendam terlalu lama. 

Carilah tujuan hidup kita sendiri, cari inspirasi dari kisah-kisah orang lain. Tetap percaya bahwa di masa depan masih ada harapan. Tidak mudah memang melewati segala permasalahan yang terjadi di hidup ini. Terkadang, masalahnya sudah berlalu pun kalau diingat lagi pasti kita masih bisa merasakan sedihnya. Memiliki lingkungan pertemanan yang sangat suportif juga bisa membuat kita merasa lebih baik. 

Screening Film “Memoar” dan Dialog Bermakna ini membuka mata dan hati kita semua mengenai cara menghadapi diri sendiri dan keluarga.  Saat kita menghadapi masalah, cobalah berusaha juga untuk menjadi pendengar yang baik. Mungkin kita merasa marah atas perlakuan orang lain kepada kita, namun berusaha memahami sebab dari perlakuan orang tersebut mungkin bisa membantu kita menjadi lebih ikhlas. 

Terakhir, “the power of forgiveness and understanding”, bisa bikin kita jauh lebih kuat dari yang kita kira. Tetap percaya kepada Allah SWT sebagai Pemberi Kekuatan Terbesar.

Banyak sekali lho program-program yang dibuat oleh Yayasan Rumpun Nurani dalam usaha untuk memperhatikan kondisi kesehatan mental diri sendiri atau orang-orang yang ada di sekitar kita. Ada kampanye kesehatan mental #connecttocare yang dibersamai oleh Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia, serta masih banyak lagi program-program lainnya. 

Yuk, cek dan follow Instagram @rumpunnurani untuk tau lebih banyak kegiatan lainnya!

Rekomendasi Artikel Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan Update Terbaru dari Kami!

Berlangganan newsletter kami sekarang untuk menerima artikel inspiratif, berita terkini, dan informasi penting lainnya, Gratis!