Belakangan ini frasa ‘open-minded’ mulai ramai digunakan dalam beropini dan menilai baik buruknya sesuatu. Banyak orang menganggap menjadi sosok “orang yang terbuka” dapat menambah rasa toleransi yang dimiliki manusia terhadap hal-hal di sekelilingnya. Namun, penggunaan frasa tersebut juga mulai sering digunakan untuk menggiring opini publik dan membenarkan hal-hal buruk. Karenanya, salah dan benar menjadi begitu abu-abu dan semakin sulit untuk didefinisikan. Kini, mencapai pemahaman yang sama antar lintas generasi terasa semakin sulit. Oleh karenanya, mendidik anak menjadi suatu tantangan besar bagi orang tua dan juga guru.
Tak bisa dipungkiri, nilai-nilai agama telah pelan-pelan terkikis seiring dengan berkembangnya zaman. Semakin sering kita melihat orang-orang yang menyepelekan nilai agama dan hanya fokus terhadap kenikmatan dunia. Tanpa diimbangi dengan bekal tentang pemahaman agama yang baik, akan sulit bagi seseorang merasa puas dan bersyukur dengan segala hal yang ia miliki. Selain itu, pemahaman yang kurang mengenai nilai-nilai agama dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi atau terbentuknya kesalahpahaman dalam beragama.
Hal inilah yang menjadikan pentingnya pembekalan nilai-nilai agama sedari dini atau anak-anak. Dengan mengenalkan nilai-nilai agama sedini mungkin, kita dapat memperbaiki sudut pandang generasi muda pada masa awal mereka membentuk pikirannya. Pemberian ilmu agama sejak dini atau dalam masa anak-anak akan berpengaruh baik pada membentuk keimanan mereka, sehingga mereka dapat melihat dan menentukan baik atau buruknya hal yang terjadi di sekitarnya.
Pemikiran yang telah dibentuk mengenai hal-hal baik melalui nilai agama di usia dini memberikan dampak pada perkembangan karakter anak. Di dunia yang terus berkembang sekalipun, akan lebih mudah untuknya bertahan dengan kepercayaan dan kebaikan yang telah dipelajarinya sedari kecil. Tidak mudah pula untuk membuatnya goyah dan tergiring akan opini-opini salah yang beredar di publik. Ibarat benteng, nilai-nilai agama melindungi orang-orang yang ada di dalamnya dengan batasan-batasan mana yang bisa dan tidak bisa dibenarkan.
Memberikan pengetahuan dan nilai-nilai agama sejak kecil, telah dijelaskan dalam hadist. Salah satu hadist tersebut adalah:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!
(H.R. Abu Dawud, no. 495; Ahmad, II/180)
Berdasarkan hadits di atas, jelas bahwa penerapan nilai-nilai agama penting dilakukan sedini mungkin untuk membentuk karakter terpuji seorang muslin. Maka dari itu, sudah seharusnya orang tua, guru, maupun pengasuh berusaha untuk memberikan pengasuhan yang baik dengan berdasar pada nilai-nilai agama. Hal ini bermaksud agar kelak anak dapat menjadi pribadi yang memahami nilai baik dan benar, serta miskonsepsi mengenai nilai-nilai agama tidak lagi terjadi.
Ditulis oleh: Yunisa Anindita