Manusia adalah makhluk sosial yang saling mengandalkan dan membutuhkan satu sama lain. Yayasan Rumpun Nurani memberi fasilitas kepada Kawan Nurani untuk memahami pentingnya tolong menolong bagi umat manusia, baik dalam konteks kemanusiaan dan beragama melalui Program Sinau.
Program ini adalah salah satu program yang diinisiasi oleh Departemen Pendidikan Yayasan Rumpun Nurani yang ditujukan bagi masyarakat luas, khususnya bagi alumni Sekolah Calon Ayah (SCA) dan Sekolah Calon Ibu (SCI). Program Sinau ini diselenggarakan secara daring pada Sabtu (13/02/2021) dan Ahad (14/02/2021) melalui Zoom Meeting. Dengan mengangkat tema “Bergerak untuk Menggerakkan” membahas mengenai tujuan meningkatkan kualitas diri relawan, meluruskan niat dan tujuan, serta memberdayakan kemampuan yang dimiliki untuk membantu sesama. Program Sinau ini menghadirkan Kang Yazid dan Rennta Chrisdiana sebagai pembicara.
Menurut Rennta, aksi tolong menolong dalam kegiatan kerelawanan merupakan salah satu langkah nyata dari perjalanan hidup seseorang menuju kebaikan. Menurutnya, langkah itu pula yang dapat membantu mengubah keadaan diri menjadi lebih baik ke depannya. “Bukan hanya orang yang dibantu saja, orang yang membantu juga akan mendapatkan pelajaran baru ketika menyalurkan kebaikan kepada orang lain,” jelas Rennta. Sehingga baginya kegiatan kerelawanan itu merupakan sebuah batu loncatan seseorang untuk bergerak dan menggerakkan orang lain untuk berbuat lebih banyak kebaikan.
Rennta kemudian menceritakan pelajaran yang ia dapatkan ketika menjadi relawan. Ia mengaku pernah menjadi relawan saat Gunung Merapi erupsi beberapa tahun silam. Melalui pengalamannya tersebut, Rennta melatih critical thinking nya dalam keadaan yang mendesak. “Saya harus tetap berpikir jernih serta berhati-hati dalam mengambil tindakan namun tetap cepat membuat keputusan,” katanya.
Rennta menekankan tiga hal penting untuk dapat menyusun strategi yang baik, yakni life skills, emotional intelligence, serta financial understanding. Life skills yang dimaksud Rennta meliputi kemampuan berpikir kritis dan mengambil keputusan. Kemudian, ia mendeskripsikan emotional intelligence sebagai kemampuan mengontrol diri dan emosi untuk tetap bersikap profesional. Serta yang terakhir adalah pemahaman finansial sebagai kemampuan mengelola, meningkatkan, memberdayakan sumber dana, mengalokasikan dana, hingga membuat perhitungan risiko dan prospek di masa depan.
Pada hari kedua pelaksanaan Program Sinau, Kang Yazid menjelaskan bekal penting yang harus dipersiapkan seorang relawan. Bekal tersebut bukan hanya yang berbentuk fisik, melainkan juga mental yang disebut dengan volunterisme.
Menurut Kang Yazid hal pertama yang ditanamkan dalam mental seorang relawan adalah kepekaannya ketika melihat situasi yang sedang ia hadapi. Kang Yazid kemudian menjelaskan, setelah adanya kepekaan tersebut, akan berlanjut dengan kemampuan relawan menentukan titik The Big Why yang menjelaskan alasan utama kita menjadi seorang relawan. “Jangan sampai kita menjadi relawan tanpa tahu mengapa kita melakukannya,” pungkas Kang Yazid.
Menurutnya, seringkali orang melupakan fungsi dan tujuan utama sebagai relawan, sehingga menjadikan kegiatan tolong menolong tersebut berakhir sia-sia. “Saya melihat banyak relawan yang turun dalam kegiatan volunteer hanya untuk ikut-ikutan dan menjadi diri mereka sendiri,” kata Kang Yazid. Maksudnya adalah yang dilakukan oleh relawan hanya dengan cara mereka sendiri, tanpa memosisikan keadaan dan kebutuhan orang yang dibantu. Akhirnya, hal yang seharusnya dirasakan orang lain untuk menjadi terbantu, malah menjadi sebaliknya.
Lebih lanjut, Kang Yazid menjelaskan bahwa setelah seseorang telah menemukan The Big Why, hal selanjutnya adalah mengukur tahapan hidup yang kita jalani. Kang Yazid menjelaskannya melalui piramida yang berisi macam-macam urusan manusia. Melalui piramida tersebut, kita diajak untuk lebih tahu posisi kita saat ini, sehingga dapat merancang dan mempersiapkan diri lebih baik sebelum turun ke lapangan.
Kang Yazid mengatakan seseorang yang berada pada posisi tertinggi bukan hanya seseorang yang memiliki harta paling banyak dan waktu paling luang. Ia menjelaskan orang yang berada di level aktualisasi tersebut adalah orang yang dapat memetakan dan membagi antara kepentingan dan keinginannya untuk menjadi seseorang yang membawa perubahan. “Bukan karena orang lain yang membutuhkan pertolongan, tetapi karena kita sadar bahwa kita butuh menolong,” ujar Kang Yazid.
Ditulis oleh: Yunisa Anindita