Setiap orang pasti pernah berada di fase menanti doa yang mereka langitkan. Berharap doa-doa tersebut dikabulkan oleh Sang Pencipta, seperti pintu rezeki dibukakan, masalah segera diangkat, dan keinginan-keinginan dalam hidup tercapai. Namun, tidak jarang jawaban atas doa-doa tersebut terasa terlalu lama datangnya—mungkin berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun. Di saat itulah ujian keimanan dan kesabaran muncul. Ujian untuk tetap berhusnudzon terhadap Allah sembari menanti doa-doa yang dilangitkan terkabul. Padahal, setiap doa yang dipanjatkan sejatinya tidak pernah sia-sia. Semua doa pasti didengar dan akan dijawab dengan cara dan waktu yang tepat menurut-Nya. Tugas kita hanya menunggu, berhusnudzon, dan terus berdoa kepada Allah.
Sembari menanti doa yang dipanjatkan terkabul, penting untuk mengelola ekspektasi dalam berdoa. Seringkali manusia berharap bahwa jawaban dari Allah datang sesuai dengan keinginan dan waktu kita sendiri. Padahal, Allah lebih tahu kapan waktu yang tepat dari jawaban atas doa-doa yang sudah dilangitkan. Menaruh harapan, impian, asa, dan cita kepada-Nya adalah hal baik dan sangat mulia. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Allah adalah Maha Tahu; Dia tahu kapan waktu yang tepat bagi setiap hamba-Nya. Bisa jadi, doa lama terkabul karena Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang berkali-kali lipat lebih baik dari apa yang diminta, atau justru Allah sedang melindungi dari sesuatu yang tidak diketahui. Oleh karena itu, mengelola harapan dan berhusnudzon kepada Allah adalah bagian dari keimanan.
Rasa kecewa merupakan perasaan yang sering muncul karena terlalu fokus pada hasil dari doa yang diinginkan, bukan pada kebijaksanaan Allah. Manusia sering lupa bahwa Allah adalah Maha Mengetahui apa yang paling baik bagi hamba-Nya, termasuk kapan waktu yang tepat untuk mengabulkan doa. Misalnya, seseorang sudah enam kali mendaftar Perguruan Tinggi Negeri dan selalu gagal. Hal tersebut bisa memunculkan rasa putus asa, marah, merasa doanya sia-sia, bahkan sampai meragukan Kuasa Allah. Namun, di percobaan ketujuh, akhirnya ia diterima di kampus yang jauh lebih baik dan lebih sesuai dengan potensinya. Kegagalan dan penundaan tersebut ternyata menjadi jalan Allah untuk mempersiapkan tempat yang berkali-kali lipat lebih baik. Seperti itulah cara doa bekerja. Tugas manusia adalah terus berdoa dan berusaha, sambil meyakini bahwa setiap penundaan dan penantian akan berbuah baik.
Semua doa yang dilangitkan oleh para hamba-Nya pasti akan dikabulkan. Meski terkadang lama, pasti ada waktu kapan doa tersebut terlihat hasilnya. Terdapat tiga cara Allah menjawab doa-doa hamba-Nya. Pertama, doa yang langsung dikabulkan. Misalnya, seseorang berdoa ingin lulus ujian, dan tidak lama kemudian ia dinyatakan lulus. Hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa Allah langsung mengabulkan doa hamba-Nya tanpa menunggu waktu terlalu lama. Kedua, doa yang dikabulkan, tetapi ditunda sampai waktu yang tepat. Seperti kisah seseorang yang akhirnya diterima kuliah setelah enam kali gagal. Allah tahu waktu terbaik untuk memberikan jawaban atas doa-doa yang dilangitkan agar manfaatnya lebih besar. Ketiga, doa yang disimpan sebagai pahala di akhirat. Doa tersebut akan ditunda dan diganti dengan pahala yang berlipat ganda. Dari sini diketahui bahwa tak ada doa yang sia-sia; semua ada jawabannya, meski caranya berbeda dari yang diharapkan.
Mengetahui bahwa Allah pasti memberikan jawaban atas doa-doa yang dilangitkan, sudah seharusnya menumbuhkan rasa syukur dalam hati, meskipun hasilnya belum terlihat. Rasa syukur sangat penting agar hati tetap tenang, tidak kecewa, tidak putus asa, dan terus berhusnudzon kepada Allah. Cara untuk melatih rasa syukur dapat dimulai dengan fokus pada nikmat yang sudah diberikan Allah, terus berdoa meski belum terkabul, dan membuat jurnal rasa syukur kepada Allah. Dengan begitu, iman akan terus terus tumbuh dalam diri dan menjaga harapan tetap hidup. Pada akhirnya, semua doa pasti dijawab oleh Allah, hanya saja dengan waktu dan cara yang paling tepat menurut-Nya. Jangan berhenti berdoa, terus berharap, dan tetap bersyukur. Sebab, doa yang tulus tidak akan pernah sia-sia di sisi-Nya.
Penulis: Fatihah Wenny Rahmantika



