Ruang Teduh #4 telah dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 Agustus 2024 yang bertempat di Ruang Braille, Grhatama Pustaka DIY. Sharing session kali ini bertema ‘Empowering Ourselves through Understanding Self and Others’ yang berarti ‘Memberdayakan Diri Sendiri dengan memahami Diri dan Orang Lain’ yang dibersamai oleh Dr.rer.nat Nadia Hanum, M.Sc Psych, Psikolog selaku fasilitator kegiatan Ruang Teduh #4 kali ini. Tema diskusi ini akan menjadi solusi bagi para peserta yang hadir dengan keresahannya masing-masing, seperti kurang memahami diri sendiri; ingin berusaha memahami dan dipahami orang lain; ingin tau cara berdamai dengan situasi kondisi saat ini; merefleksikan diri; dan keresahan-keresahan lainnya.
Proses manusia menjalani hidup dari anak-anak hingga menjadi dewasa pastinya banyak sekali keresahan yang mengikutinya. Artinya, ‘belajar’ adalah salah satu tugas manusia agar bisa menyelesaikan masalah dari segala keresahan yang dirasakan dalam ‘berproses’. Ruang Teduh #4 menyediakan ‘ruang’ yang aman untuk kita semua bisa belajar mengenai diri yang sulit untuk dimengerti ini. Faktanya, memahami diri sendiri saja belum tentu mampu, apalagi memahami orang lain?
Bu Nadia selaku psikolog sekaligus fasilitator kegiatan Ruang Teduh #4 kali ini menjelaskan bahwa, “Mengenal konsep diri itu sangat amat penting. Jadi, tugas perkembangan manusia itu adalah mengenal dirinya sendiri.” Beliau juga menjelaskan beberapa fase perkembangan manusia sejak kita kecil hingga dewasa.
- Masa Balita (0-5 tahun)
Anak usia 0-5 tahun sedang berusaha untuk mengenal orang yang akan dipercaya. Seorang anak yang pengasuhnya ganti-ganti bisa saja akan mengalami trust issue karena kebingungan siapa sosok yang sebenarnya bisa ia percaya. Efeknya ketika dewasa, ia akan bingung saat ada masalah akan kemana karena sosok yang ia percaya tidak jelas siapa identitasnya - Masa Anak-Anak (6-11 tahun)
Saat mulai bersekolah di Sekolah Dasar, anak-anak sudah mulai memiliki teman dengan lingkungan yang baru. Anak harus tau mana yang baik dan mana yang buruk. Contohnya, saat guru menegur muridnya, “Nak, jangan naik ke situ!” anak-anak justru akan berusaha untuk naik karena ingin tau mana yang baik dan mana yang buruk, bukan karena ingin menentang perkataan orang dewasa. Namun, anak harus tetap ditegur agar mengetahui bahwa yang dilakukan itu salah. Tetap harus dipahami bahwa ini adalah proses belajar, maka jangan biarkan anak melakukan kesalahan yang sama secara berulang kali karena akan membentuk habitnya. - Masa Remaja
Saat memasuki masa remaja, ia akan mulai tau dan mengumpulkan semua proses belajar. Maka dari itu saat remaja, ia tidak bisa dinasehati atau diperintah, namun bisa diajak diskusi. Contohnya, “Yuk, kita belajar di perpus, Mama bantu.” bukan malah, “Sana belajar di perpus, jangan males!”. Saat masa remaja itu seseorang sedang berusaha untuk membentuk jati diri, “Siapakah aku?”. Tidak heran kan, kenapa banyak ‘kenakalan remaja’? Karena ia tidak paham mana yang salah dan mana yang benar, ia hanya berusaha untuk mengikuti alur dan terkesan tidak memiliki prinsip sendiri. Hal ini menjadi bahaya ketika ia mengikuti tawuran atau bahkan pergaulan bebas tanpa bisa mempertimbangkan hal tersebut, hanya mengikuti alur teman-temannya saja. - Masa Dewasa Awal
Masa dewasa ini harapannya ia sudah tau apa minat dan bakatnya, lalu identitas dirinya juga sudah jelas. Biasanya minat dan bakat seseorang itu terlihat saat usianya di atas 12 tahun. Pada masa ini ia harus tau, ‘Mau jadi apa?’ ‘Hal itu berdampak kepada apa?’ karena jika ia memilih profesi yang sesuai dengan minatnya, ketika ada masalah dalam proses belajarnya, ketahanan mentalnya akan jauh lebih kuat karena ia tau apa yang ia mau.
Seseorang yang tidak mempunyai konsep diri yang baik akan menjadi seseorang yang people pleaser. Setiap ajakan selalu di-”iya”kan, tidak berani untuk bilang, “maaf, tidak.” Padahal tidak masalah jika kita tidak selalu menuruti kemauan orang lain karena kita berhak untuk memilih dan memprioritaskan diri kita sendiri. Dampak dari mengenali diri sendiri dan mempunyai konsep diri, yaitu kita akan tumbuh rasa empati, menerima jika orang lain memiliki perbedaan pendapat dengan kita.
Salah seorang peserta bertanya, “Apa yang bisa saya lakukan jika saya memiliki masalah dengan orang lain? Lalu, apakah perlu saya komunikasikan ke orang tersebut tentang boundaries yang saya punya?”
Bu Nadia menjelaskan bahwa, setiap orang itu pasti memiliki ‘limit’ alias batas gangguan yang kita bisa tahan itu seberapa. Kita harus pelan-pelan untuk mencoba menjelaskan, bahwa ‘Saya terganggu dan saya tidak nyaman.’ namun, dengan bahasa yang lebih sopan dan mudah dimengerti orang lain. Tetap ingat bahwa diri kita sendiri itu berhak untuk diprioritaskan, bukan berarti egois, tetapi kita harus punya keberanian untuk itu. Semisal kita sudah berusaha menyampaikan, namun orang lain punya pendapat negatif tentang kita, tidak masalah. Kita harus membatasi pikiran kita untuk tetap bisa ‘waras’.
Lalu, ada peserta yang bertanya, “Saya orangnya gampang sekali merasa bersalah, perfeksionis, saya takut kalau menikah malah saya akan merepotkan suami dan anak saya nantinya.” Mengenai hal ini, Bu Nadia berpesan, “Diri kita sekarang itu adalah hasil dari pengalaman di masa lalu. Kalau kita punya PR yang belum dikerjakan, kita harus kerjakan dulu sebelum kita mendapatkan tugas lain. Bagaimana kita bisa bantu orang lain kalau kita masih punya banyak PR yang belum selesai? Pakai seatbelt sendiri dulu, baru pakaikan ke anak. Artinya, pengalaman kita di masa lalu itu harus diselesaikan, inner child harus disembuhkan terlebih dahulu, diproses, diselesaikan. Pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan itu jangan sampai suami dan anak kita ikut alami juga. Jadi, ada lingkaran setan yang harus diputus, tapi kita masih bisa kontrol apa yang harus kita lakukan.”
Berdamailah dengan apa yang sudah terjadi, berdamailah dengan diri sendiri.
————————————
Banyak sekali lho program-program yang dibuat oleh Yayasan Rumpun Nurani dalam usaha untuk memperhatikan kondisi kesehatan mental diri sendiri atau orang-orang yang ada di sekitar kita. Ada kampanye kesehatan mental #connecttocare yang dibersamai oleh Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia, serta masih banyak lagi program-program lainnya.
Yuk, cek dan follow Instagram @rumpunnurani untuk tau lebih banyak kegiatan lainnya!
Penulis : Ratna Atika F