Kata netizen : “Jadi perempuan itu harus sekolah tinggi biar gak diinjak harga dirinya sama laki-laki”
Realita : “Sekolah tinggi memang tidak ada ruginya”. Tapi kalau kita lulusan SMA/SMK atau dibawahnya tidak bisa menjadi tolak ukur bahwa diri kita lebih dihargai dibandingkan lulusan D3/S1/S2 dan seterusnya. Penilaian dapat dilihat dari berbagai hal, antara lain dari sifat dan kepribadian seseorang yang tidak bisa kita atur sesukanya. Mungkin memang banyak yang ingin melanjutkan pendidikan lebih tinggi dari saat ini. Namun, banyak juga yang memiliki keterbatasan dengan berbagai alasan masing-masing individu sehingga memilih jalan yang lain.
Pada era teknologi komunikasi saat ini, tidak hanya berhasil menghubungkan manusia pada berbagai belahan dunia. Namun teknologi juga berhasil membuat sekelompok komunitas tanpa batas yaitu “internet” dan “citizen”. Kelompok ini seringkali disebut “Netizen” yang diartikan sebagai “warga internet” tanpa adanya identitas diri yang jelas.
Pengaruh dari munculnya “Netizen” tergolong besar karena dengan bebas mengutarakan berbagai opini publik tanpa batas. Sebagai pengguna internet maupun sosial media sangat penting bahkan diwajibkan menyaring terlebih dahulu informasi apapun yang didapat. Terlepas dari kebenaran informasi yang dihasilkannya, pendapat netizen tidak dapat diterima mentah-mentah.
Poin penting yang menjadi pertanyaan besar adalah Bagaimana publik sebaiknya menyikapinya pendapat netizen?
Opini netizen tidak hanya sebagai bentuk dari hak mengekspresikan pendapat pribadi, tetapi dapat menjadi gugatan dari pihak yang merasa dirugikan. Jadi, sebagai netizen harus berhati-hati dan tidak dapat sesukanya menyampaikan opini.
Penulis: DISA PIRANTI IID PUTRI