Seringkali, produktivitas disalahartikan sebagai kesibukan yang tiada henti. Banyak orang menganggap bahwa ketika mereka ingin hidup produktif maka harus selalu sibuk, jadwal padat, terus bekerja tanpa ada istirahat, dan berkegiatan tanpa henti. Pemahaman tersebut menyebabkan banyak orang terjebak dalam rutinitas yang melelahkan, merasa bersalah ketika tidak melakukan kegiatan apapun, yang pada akhirnya mengabaikan pentingnya jeda untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Padahal, produktivitas itu bukan tentang kesibukan dan kegiatan tiada henti, melainkan bagaimana seseorang bisa bekerja secara efektif dan tetap menjaga kesehatan hidup. Produktivitas yang sehat adalah ketika seseorang mampu bekerja secara fokus, efisien, dan tetap menjaga keseimbangan hidupnya.
Anggapan keliru tentang produktivitas seringkali muncul pada perempuan. Banyak perempuan menganggap bahwa produktif adalah ketika mereka bisa melakukan segalanya sekaligus, seperti mengurus rumah, mengasuh anak, berkarir, mengikuti aktivitas sosial tanpa menunjukkan rasa lelah. Hal tersebut menyebabkan stereotip di masyarakat bahwa perempuan yang berhasil adalah perempuan yang bisa melakukan multitasking. Akibatnya, banyak perempuan merasa bersalah jika beristirahat, seolah-olah mereka gagal memenuhi ekspektasi sosial yang tak realistis. Keadaan tersebut membuat perempuan merasa terjebak, tertekan, dan dituntut untuk melakukan terus berhasil dengan terus melakukan multitasking dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, multitasking merupakan suatu hal yang tidak baik dan memberikan dampak negatif bagi kesehatan fisik dan mental. Multitasking dengan beralih dari satu tugas ke tugas lain secara cepat dapat menyulitkan otak dan dapat menyebabkan hambatan mental (Makarim, 2022). Bagi perempuan yang terus-menerus dituntut untuk melakukan banyak peran sekaligus, dampak ini bisa sangat terasa dan mengikis kesejahteraan secara perlahan.
Islam memandang bahwa produktivitas mengambil bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Dalam ajaran Islam, produktivitas diukur dari seberapa bermanfaat dan berkahnya waktu serta usaha yang dikeluarkan seseorang. Islam sangat mendorong umatnya, termasuk para muslimah, untuk menjadi pribadi yang aktif, berkontribusi, dan berdaya guna baik di ranah domestik maupun sosial, namun tetap dalam kerangka adab, keseimbangan, dan kesadaran akan hak-hak diri. Muslimah didorong untuk tetap aktif dan produktif dengan cara yang seimbang. Salah satu contoh Muslimah yang tetap aktif dan produktif dengan tetap mengedepankan adab dan keharmonisan peran mereka adalah Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah SAW. Beliau merupakan seorang pengusaha sukses dan tetap menjadi pendamping hidup yang setia dan mulia. Meskipun produktif, beliau tidak meninggalkan perannya sebagai seorang Istri dari Rasulullah SAW. Beliau menjadi pendukung utama Rasulullah SAW dalam perjuangan dakwah. Beliau juga menggunakan kekayaannya untuk mendukung Rasulullah SAW dalam berdakwah agama Islam. Beliau merupakan representasi nyata bahwa produktivitas perempuan bisa membawa suatu karya yang besar dengan tetap tetap menjaga nilai-nilai adab, keimanan, dan peran keluarga.
Menjadi seorang muslimah yang produktif tidak harus identik dengan kelelahan, terbebani, dan tertekan atas suatu tuntutan “superwoman” yang mampu melakukan segalanya sekaligus. Islam mengajarkan strategi yang bijak dan seimbang agar produktivitas tetap terjaga tanpa menyebabkan kelelahan dan mengorbankan kesehatan fisik dan mental.
Pertanyaannya, bagaimana caranya menjadi seorang Muslimah yang tetap produktif tanpa harus merasa burnout? Berikut beberapa cara dan strategi menjadi seorang Muslimah yang tetap produktif tanpa kelelahan.
- Tetapkan Skala Prioritas
Menerapkan skala prioritas merupakan salah satu cara untuk menentukan pekerjaan yang akan dilakukan berdasarkan skala urgensi dan manfaat. Islam mengajarkan prinsip fardhu ‘ain dan fardhu kifayah, yang secara tidak langsung mengajarkan kita untuk memilah mana yang wajib dilakukan sendiri, dan mana yang bisa diserahkan atau dibagi. Artinya, tidak semua hal dilakukan dan dibebankan sendirian, tetapi bisa juga berbagi dengan yang lain agar pekerjaan lebih terasa ringan.
- Niat Lillahi ta’ala
Awali setiap aktivitas dengan niat karena Allah. Dengan niat yang benar, pekerjaan harian yang akan dilakukan seperti bekerja, mengurus rumah, mengasuh anak akan bernilai ibadah dan membawa keberkahan karena seorang muslimah memberikan kontribusi yang tulus, kebermanfaatan, dan keseimbangan antara dunia dan akhirat.
- Manajemen Waktu Ala Islam
Membiasakan diri dengan memulai hari setelah Sholat Subuh. Dalam Islam, waktu pagi memiliki keistimewaan tersendiri. Rasulullah SAW bersabda “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Berdasarkan hadis tersebut, seorang Muslim atau Muslimah dianjurkan untuk tidak tidur kembali setelah Subuh, melainkan memanfaatkan waktu tersebut untuk hal-hal produktif dan penuh makna. Dalam memanajemen waktu, bisa menerapkan konsep pembagian waktu seperti Hasan al-Banna, yaitu waktu untuk Allah, diri sendiri, keluarga, pekerjaan, dan masyarakat.
- Istirahat sebagai Bentuk Syukur
Islam mengajarkan bahwa istirahat merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan bentuk menyayangi tubuh. Tubuh adalah amanah, dan menjaganya adalah bagian dari ketaatan. Memaksakan diri untuk terus berkegiatan tanpa beristirahat bisa menurunkan berbagai kualitas dalam diri seperti kualitas kesehatan, beribadah, dan produktivitas itu sendiri. Beristirahat bisa dilakukan dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri atau “me time”. Dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri bisa berdampak bagi tubuh, seperti memperkuat energi, memperbaiki mood, dan meningkatkan kualitas kerja serta ibadah.
Produktivitas yang sehat bukanlah produktivitas yang mengedepankan kesibukan tiada henti, melainkan bagaimana seseorang mampu bekerja secara efektif dan tetap menjaga kesehatan hidup. Produktivitas bagi seorang Muslimah tidak harus terus merasa lelah dan multitasking untuk dianggap berhasil dan superwoman. Produktivitas bagi seorang Muslimah adalah bagaimana mereka bisa melakukan berbagai kegiatan secara seimbang dengan tetap beristirahat, menjaga diri, dan tetap berkarya. Saatnya memperbaiki pola pikir bahwa produktivitas tidak ditentukan berdasarkan seberapa banyak hal yang bisa dilakukan sekaligus, melainkan seberapa banyak memberikan kontribusi yang tulus, kebermanfaatan, dan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dengan begitu, produktivitas tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi jalan menuju hidup yang berkah, damai, dan diridhai Allah SWT.
Penulis: Fatihah Wenny Rahmantika
Daftar Pustaka
Makarim, Fadhil Rizal. (2022). Mitos atau Fakta, Multitasking Ganggu Kemampuan Otak. Diakses dari https://www.halodoc.com/artikel/mitos-atau-fakta-multitasking-ganggu-kemampuan-otak-1?srsltid=AfmBOooXvP7IyJWL7roE3eOMYNIjyPI0yKDNgEKi9vZplNMec42TwQFm pada 20 April 2025.
Tuasikal, Muhammad Abduh. (2025). Keutamaan Bangun Subuh. Diakses dari https://rumaysho.com/10045-keutamaan-bangun-shubuh.html pada 20 April 2025.